Senin, 20 Agustus 2012

Secangkir Susu Panas (atau Hangat)

Pagi, kesatria dari negri timur ini bangun lebih pagi dari sepupu-sepupunya yang kebetulan baru pulang dari perantauan untuk berkumpul bersama sanak keluargananya. Lebih dulu ia ambil secangkir susu panas (atau hangat) yang sudah disediakan oleh ibunya. Tiga cangkir susu panas (atau hangat), dia ambil satu untuk dia minum sendiri, sisanya untuk kedua sepupunya yang masih tertidur.


Sebentar dia amati susu panas (atau hangat) itu dengan seksama. Uap-uap hangat yang menyembul dari dalam cangkir itu menarik perhatiannya. Terlihat bagi dirinya, uap-uap itu bagaikan sekumpulan titik-titik yang bergerak bersama, berantai dengan sangat teratur, tak terpisahkan, bahkan ketika hembusan angin menggoyahkan rangkaian titik-titik putih yang ajaib itu. 
Diminumnya sedikit susu panas (atau hangat) itu, kehangatan dari cairan itu menyalur ke dalam tubuh kesatria ini. Tubuh yang awalnya masih menggigil, terasa lebih baik. Tiba-tiba terbesit sebuah pemikiran di dalam kepalanya yang sedikit lancip seperti tokoh-tokoh dalam anime (kartun jepang) itu. Tentang produktifitas. Cukup jauh bila hanya dibayangkan, hubungan antara secangkir susu panas dengan produktifitas.

Apa yang terpikir di kepalanya tadi adalah keindahan yang ditunjukan titik-titik putih ajaib itu. Titik-titik putih yang dengan khikmatnya membentuk rangkaian-rangkaian garis-garis putih yang berkumpul menjadi helaian-helaian putih uap air yang indah yang akan menghilang sesaat setelah ia menunjukan wujud fisiknya.
Uap-uap air itu hanya keluar atau terlihat ketika susu itu masih panas dan masih ada. Mereka akan menghlilang ataupun pudar begitu kehangatan susu itu terkikis sedikit demi sedikit. Dan mereka akan menghilang selamanya ketika susu itu habis diminum oleh pemiliknya, hanya terkadang meninggalkan  sisa-sisa uap yang menyembul dari dasar cangkir.
Uap-uap itu mengingatkan sang kesatria dari negeri timur itu akan produktifitas. Mereka keluar dari secangkir susu panas. Dan menghilang ketika susu itu habis atau sudah dingin. Begitu pula dengan produktifitas, pikirnya. Dia (sang kesatria) harus bisa melakukan hal-hal yang produktif selama dia masih panas/hangat, selama dia masih ada. Karena, begitu  kehangatannya memudar, maka kemampuan produktifitasnya juga menurun.
Memikirkan hal itu, sang kesatria tergugah semangatnya, tergerak hatinya, untuk merubah semua kebiasaan yang ada di dirinya. Ia trerlalu banyak tidur, bermalas-malasan. Sedangkan malas adalah musuh utama dari produktifitas.

Tanpa sadar, secangkir susu itu telah habis ia minum sedikit-demi sedikit. Uap itu menghilang, begitu pula dengan lamunannya, lamunan yang mengubah cara berpikir si kesatria. Kedua sepupu itu juga telah bangun, mereka menyusul menenggak susu-susu yang masih hangat itu.


 image source : sakura shin machi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar